Search

Search This Blog

Thursday, June 17, 2010

Indonesia Dinilai Menjadi Tong Sampah Produk Transgenik

Indonesia Dinilai Menjadi Tong Sampah Produk Transgenik

Produk pangan hasil rekayasa genetic (transgenic) dinilai telah banyak masuk di Indonesia. “Karena tidak ada pengawasan terhadap impor produk makanan segar dan juga pelebelan pada kemasannya, dapat dikatakan negeri ini telah manjadi tong sampah dari produk pangan transgenic,” ujar aktivis Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Ilyani S Andang dalam diskusi di kantor SatuDunia, Jakarta (29/7).

Padahal, lanjut Ilyani, produk memiliki dampak bagi kesehatan dan lingkungan hidup. “Dampak terhadap kesehatan manusia misalnya, allergi, transfer penanda antibiotik, efek potensial yang tidak diketahui,” ujar Ilyani, “Sementara dampak terhadap lingkungan hidupnya antara lain berupa transfer gen yang tidak dikehendaki, polinasi/penyerbukan silang, efek yang tidak diketahui pada organisma lain (mikroba tanah) dan menyusutnya keanekaragaman hayati flora dan fauna,”

Saat ini, jelas Ilyani, benih tanaman rekayasa genetika hanya dikuasai oleh tiga perusahaan multi nasional. “Monsanto menguasai 91%, sisanya 9% dikuasai oleh Syngenta & Aventis Cropsience,” tegas Ilyani, “Lantas, Dapatkah ketergantungan pangan dunia hanya diserahkan kepada ke-3 MNC ini?

Sementara itu, menurut catatan Yayasan SatuDunia, menyebutkan bahwa produk transgenik seringkali mengabaikan hak public atas informasi. Tahun 1986 misalnya, pernah ada uji vaksin rabies hasil rekayasa genetika pada ternak di Argentina tanpa persetujuan pemerintah dan rakyat Argentina. Departemen Kesehatan Argentina pun menduga para pekerja yang merawat ternak (sapi) yang telah divaksinasi telah terinfeksi vaksin hidup.(Biotechnology and The Environment by Vandana Shiva, 1994).

Selain itu, pada tahun 2000, sebanyak 90 organisasi masyarakat menggugat Badan Pangan dan Obat di AS karena menyembunyikan dokumen tentang dengan efek samping dan kematian berkaitan dengan penggunaan hewan transgenik untuk mengganti organ dan jaringan.

Di berbagai belahan dunia telah terjadi perlawanan masyarakat terhadap produk hasil rekayasa genetik. Di Austria, 1,2 juta orang, mewakili 20% pemilih menandatangani petisi untuk melarang peradaran pangan hasil rekayasa genetic. “Selain itu sebanyak 95% konsumen di Jerman menolak makanan transgenic,” ujar Knowledge Sharing Officer Yayasan SatuDunia Firdaus Cahyadi, “Sementara di Indonesia belum ada gerakan konsumen untuk melawan produk yang berpotensi berbahaya bagi kesehatan manusia dan lingkungan hidup itu,”

Sumber: http://satudunia.net/?q=content%2Findo...duk-transgenik

No comments:

Post a Comment

Translator :

English French German Spain Italian Dutch Russian Portuguese Japanese Korean Arabic Chinese Simplified

Iklan-Iklan